Restrukturisasi Hutang Manchester United

Dalam libur musim kompetisi Eropa 2012/2013, sebagian pemain yang negaranya menjadi peserta Piala Konfederasi di Brasil maupun Piala Eropa U-21 di Israel masih harus menggunakan sisa-sisa tenaga mereka demi menjadi yang terbaik di turnamen. Bagi para penikmat sepak bola, setidaknya turnamen-turnamen ini menjadi “pendinginan” bagi adrenalin agar tidak terlalu kaget ketika libur sepak bola tiba.

Bagi penikmat sepak bola di Indonesia yang kadung kecanduan sepak bola, tidak perlu khawatir. Mulailah meluangkan waktu menyaksikan liga Indonesia, lebih bagus lagi nonton langsung ke stadion. Saat Liga Super Indonesia mulai memasuki fase-fase krusial, bahkan kita masih akan disuguhi kehadiran bintang-bintang dunia ke negara kita. Pertunjukan hiburan mahal yang memang ditunggu-tunggu para penggemar. Saya tidak hendak mengomentari faedah maupun mudarat kegiatan pertandingan anjangsana ini karena hal ini memang semata konsekuensi logis dari globalisasi dan komersialisasi sepak bola.

Jika bicara komersialisasi dan globalisasi, rasanya klub Manchester United adalah contoh sempurna. Didaulat sebagai klub dengan pendukung paling banyak di dunia, juga terus mendominasi predikat The Most Valuable Soccer Club versi majalah Forbes (sebelum digeser Real Madrid tahun ini), Manchester United adalah potret klub sukses yang mampu menggabungkan kesuksesan di lapangan dengan popolaritas di luar lapangan. Tidak hanya teknis sepak bola yang mereka urusi, tapi juga manajemen klub yang solid benar-benar mereka praktekkan. Simon Kuper dan Stefan Szymanski mungkin boleh bilang jika bisnis sepak bola adalah salah satu bisnis terburuk di dunia, namun mereka juga mengakui bahwa di antara sekian banyak kebobrokan finansial yang melanda klub-klub sepak bola, Manchester United muncul sebagai satu dari sedikit klub yang kini konstan meraup profit (di luar klub-klub Bundesliga tentunya).

Laporan Keuangan Hingga Quarter 3 2012-2013

Meski baru saja mengunci titel Liga Inggris ke 20, sebuah pengumuman kembali kita dengar soal kondisi keuangan klub ini. Dalam laporan keuangan kuartal ketiga tahun 2012-13 yang menggambarkan kondisi keuangan klub dalam rentang Januari 2013 hingga Maret 2013 saja, United telah mengukir pendapatan 91,7 juta pounds, atau meningkat hampir 30% dibanding periode yang sama tahun lalu. Pendapatan ini diukir lewat pertumbuhan drastis dari sisi komersial (32%), match day revenue (28%) dan hak siar (28%).

Peningkatan ini masing-masing diperoleh dari hasil di lapangan. Manchester United memiliki laga kandang lebih banyak berkat keberhasilan mereka melangkah lebih jauh di Cup Competition yaitu Piala FA dan Liga Champions hingga ke babak 16 besar saat mereka rontok di tangan Real Madrid. Keberhasilan dalam hal peningkatan pendapatan komersial juga diukir klub ini, di mana peningkatan 32% tersebut berasal dari peningkatan nilai sponsorship dan merchandising. Yang hebat, Manchester United sudah mulai menerima tambahan 11 juta pound per tahun dari Chevrolet. Meski pabrikan ini baru menjadi sponsor utama musim 2014/2015, namun United mengamankan 11 juta per musim dalam dua tahun sebelum masa kerjasama dimulai.

Meski akan menggunakan Chevrolet sebagai sponsor utama, namun kerjasama United dengan Aon tetap berlanjut. United melanjutkan kerjasama sponsorship dengan Aon dalam penyediaan kit & supplier training, training center dan tour partner selama 8 tahun ke depan. Hal ini menyimpulkan kenaikan 52% pendapatan sponsorship yang diterima United.

Di masa depan, United yang kehilangan sosok Sir Alex Ferguson masih dapat memandang optimistis dari sisi keuangan. Nilai kerjasama kit supplier Nike yang sekarang mencapai 25 juta pound per tahun dikabarkan akan meningkat, meski belum diketahui pasti berapa jumlahnya. Biaya gaji memang masih menduduki prosentase biaya tertinggi yaitu 47%, hal yang meningkat 1% ketimbang tahun lalu. Hal ini disebabkan oleh peningkatan nilai kontrak pemain dan kedatangan pemain-pemain baru. Biaya lain-lain juga meningkat dikarenakan meningkatnya jumlah partai kandang yang mereka lakoni.

United, meski banyak mengukir pertumbuhan dalam finansialnya selama setahun ini masih cukup terganggu oleh pembayaran bunga hutang mereka terkait akuisisi yang dilakukan Malcolm Glazer tahun 2005 lalu. United sempat harus membayar bunga plus pokok hutang 60 juta pound.

Jika sedikit diproyeksikan hingga setahun, United akan memperoleh pendapatan di atas 350 juta pound, yang berarti akan tetap menempatkan mereka sebagai tim tiga besar dengan pendapatan tertinggi. Meski posisi mereka masih berada di bawah Barcelona dan Real Madrid (yang mungkin akan mengukir 500 juta), namun mereka akan mampu memperkecil jarak tersebut.

Dari sisi biaya gaji, dalam 9 bulan ini United membayar 129,4 juta pounds. Di akhir musim, jumlah ini dapat melonjak menjadi 160 juta pound. Dibandingkan dengan Borussia Dortmund misalnya, biaya gaji mereka lebih banyak dua kali lipatnya. Namun mengingat prosentase biaya gaji mereka dengan pendapatan masih kecil, maka besar biaya gaji tersebut masih berada pada level yang cukup aman. Jika kebijakan Salary Cap jadi digulirkan EPL, tidak akan menjadi masalah bagi United.

Restrukturisasi Hutang

Masa depan cerah dalam perspektif finansial akan mendatangi United. Di samping nilai sponsorship yang selalu meningkat, perjanjian hak siar baru akan membuat pundi-pundi kekayaan United kian bertambah. Hal itu masih belum ditambah sebuah faktor penting, yaitu restrukturisasi hutang.

United berhasil menegosiasikan penurunan tingkat bunga hutang mereka hingga 2,78%. Hal ini dapat mengurangi total hutang United hingga 10 juta pounds per musim dari total 300 juta lebih hutang mereka kini. Dengan demikian, dalam waktu 5-6 tahun, hutang United akan lunas. Sebuah manuver yang luar biasa.

Peningkatan performa keuangan ini dipercaya dapat memberi mereka tambahan untuk berbelanja di bursa transfer. Dalam peta persaingan di EPL, United kini memang dikelilingi kekuatan baru dengan sokongan finansial kuat seperti Manchester City dan Chelsea. Belum lagi jika berbicara soal Arsenal yang mulai banyak berbelanja, buah dari penghematan mereka akibat pembayaran cicilan pembangunan Emirates Stadium selama bertahun-tahun. Gunners berpotensi meledak jika benar mereka mampu merealisasikan target belanja pemain yang mereka canangkan.

Peningkatan pendapatan plus penurunan pembayaran bunga akan menyebabkan performa keuangan United kian solid saja. Awal musim lalu, United menggelar IPO yang tujuan utamanya adalah meringankan beban bunga mereka. Dengan kepiawaian orang-orang Glazer, entah skema canggih atau kejutan-kejutan yang bagaimana lagi akan dilakukan oleh mereka.

Pengusaha kapitalis membentuk modern football, menjadikan sepak bola semakin jauh dengan publik dengan mahalnya harga tiket, biaya berlangganan televisi, meningkatnya harga merchandise, dan lainnya. Dalam kasus Glazer ini, awalnya ia membebani klub dengan hutang, namun pelan-pelan memperbaiki keadaan. Kian mendunianya nama United dan meningkatnya pendapatan setiap tahunnya juga andil dari Glazer. Sebuah antitesis coba diciptakan Glazer untuk merebut simpati pendukung? Anda yang tentukan sendiri.

Genoa, The Italian Trading Club

Pada bagian kedua ini, penulis akan memaparkan cerita-cerita dari berbagai klub sepak bola terkait kondisi finansialnya. Cerita klub Genoa akan menjadi pembuka.


Salah satu peristiwa menarik sekaligus memalukan yang terjadi di Seri A dua musim lalu adalah peristiwa yang terjadi pada pertandingan giornata 34 seri A antara Genoa melawan Siena, di stadion Luigi Ferraris. Saat tuan rumah tertinggal 0-4 di menit ke-53, kerumunan tifosi memasuki lapangan dan memaksa para pemain Il Grifone menanggalkan kaus mereka seraya berteriak bahwa para pemain tersebut tidak pantas memakai kostum merah biru Genoa. Kejadian pedukung melucuti pakaian pemain-pemainnya biasa terjadi kalau tim yang mereka dukung merebut gelar juara. Layaknya pemandangan di stadion Olimpico, Mei 2000, saat Lazio memastikan gelar Seri A mereka. Tapi yang terjadi di Luigi Ferraris tersebut sama sekali bukan perayaan, namun sebuah pertunjukan klimaks betapa frustasinya para pendukung melihat prestasi tim kesayangannya.

Klub yang pernah diperkuat oleh Kazuyoshi Miura, bomber legendaris Jepang ini adalah klub dengan sejarah masa lalu yang besar dengan 9 gelar scudetti. Kejayaan mereka memang hanya di masa lalu, karena terakhir meraihnya pada tahun 1924. Mempersempit pembahasan, dalam lima tahun belakangan ini mereka didukung materi pemain yang mentereng, serta presiden klub yang ambisius, Enrico Preziosi. Jelas, kekalahan demi kekalahan yang melanda Il Grifone dengan rekor kebobolan 69 gol –terbanyak di seri A musim 2011/2012- adalah sesuatu yang unforgiven bagi tifosi.

Preziosi mengambil alih Genoa tahun 2003 saat klub ini masih berada di Seri C1. Dengan kemampuan finansial perusahaan mainan anak yang dimilikinya, Preziosi telah membawa Genoa ke Seri A hanya dalam waktu 4 tahun, meski dalam perjalanannya diterpa berbagai skandal pengaturan pertandingan ataupun pemalsuan laporan keuangan. Preziosi telah melakukan investasi yang tidak sedikit guna mengembalikan kejayaan Genoa menjadi klub besar Seri a. Serangkaian pemain bagus didatangkan dan dengan harga yang juga tidak murah, dan tidak sedikit juga pemain yang mereka jual. Sejak era kembali ke Seri A musim 2007/2008, mereka telah mengeluarkan dana transfer sebesar 250 juta euro, dengan penerimaan sebesar 240 juta. Dengan perputaran uang sebanyak 50 juta euro per musim di bursa transfer jika dipukul rata, rasanya mereka sah disebut sebagai trading football club.

Genoa memiliki model bisnis yang mirip dengan Udinese, atau Arsenal di Inggris. Mereka melakukan trading pemain untuk meningkatkan keuntungan klub. Untuk kasus Arsenal, hal ini memang agak aneh karena mereka adalah klub dengan pendapatan yang sudah besar tanpa harus menjual pemain-pemain bintang mereka setiap tahun lalu menjadikan klub tanpa gelar selama tujuh tahun. Tapi untuk klub seperti Genoa dan Udinese, bisnis semacam inilah yang mereka harapkan untuk bisa mengatrol keuntungan secara finansial maupun performa tim di lapangan.

Kerjasama dalam bentuk kepemilikan bersama juga acap mereka lakukan seperti halnya yang jamak terjadi pada klub seri A lainnya. Mereka banyak melakukan kerjasama transfer dengan klub besar seperti Milan dalam hal ini. Milan dan Genoa telah banyak bekerjasama dalam skema ini dengan melibatkan pemain seperti Kevin-Prince Boateng dan Stephan El Shaarawy.

Genoa melakukan banyak trading pemain karena pendapatan mereka memang kecil jika dibandingkan klub-klub besar Seri a. Preziosi memang kaya raya, tapi yang menjadi ukuran adalah perputaran uang yang dihasilkan dari bisnis murni klub sepak bola, bukan semata-mata kucuran dana dari sang pemilik. Seperti telah dibahas dengan rinci oleh Swiss Ramble, blogger football finance asal Inggris yang berbasis di Swiss, pendapatan Genoa hanya sebesar 48 juta euro tahun 2011 lalu, hanya seperempatnya dibanding klub seperti Inter maupun Milan. Mereka juga hanya memiliki rataan 21 ribu penonton, atau hanya 60% dari 35 ribu kapasitas stadion Luigi Ferraris.

Potensi mereka berprestasi sebenarnya tercapai pada musim 2008/2009 saat mereka menduduki posisi kelima di Seri a, di mana saat itu mereka masih diperkuat Diego Milito, Thiago Motta dan Domenico Criscito serta dilatih oleh Gian Piero “Gasperson” Gasperini. Namun dijualnya Milito dan Motta dengan total nilai transfer 31 juta euro ke Inter semusim setelahnya membuat prestasi Rossoblu kembali terlempar ke papan tengah. Kepergian dua pemain penting itu memang coba diatasi dengan transfer jor-joran dalam bentuk Robert Acquafresca (13 juta euro), Sergio Floccari (9 juta euro), Rodrigo Palacio (4 juta euro) hingga Alberto Zapater (4 juta euro). Namun heavy rotation dalam skuad tersebut menjadi kontraproduktif karena terjadi permasalahan dalam kekompakan tim. Sehebat apapun materi pemain, mereka tentu butuh waktu untuk menjadi solid.

Musim lalu adalah titik terendah pencapaian Genoa sejak promosi ke seri A lima tahun lalu. Meskipun neraca perdagangan mereka dalam dua musim terakhir menunjukkan tren positif berupa keuntungan bersih lebih dari 40 juta euro menurut situs transfermarkt.co.uk, mereka harus berjuang untuk salvezza hingga pekan-pekan akhir. Kekecewaan tifosi akhirnya meledak dengan insiden pelucutan pakaian pemain itu.

Buntut dari performa buruk para pemain, Preziosi menjual sebagian besar mereka. Tidak kurang nama-nama tenar seperti Alberto Gilardino, Miguel Veloso, Rodrigo Palacio, Mattia Destro, Chico, Panagiotis Tachtidis dan lainnya dijual dengan total penerimaan nyaris 50 juta euro. Pelatih Alberto Malesani dipecat dan diganti oleh Luigi De Canio. Preziosi melakukan hal diluar kebiasaannya membeli pemain-pemain mahal. Kini pemain potensial seperti Ciro Immobile dan eks anak emas mereka, Marco Borriello menjadi andalan baru il grifone.

Era baru siap dimulai. Entah era renaissance atau dark ages.


Seperti Apa Struktur Organisasi Yang Ideal Untuk Klub Sepak Bola?

Jika Anda memiliki uang cukup untuk membentuk sebuah tim sepak bola dalam rangka mengikuti kompetisi antara desa, maka Anda hanya butuh menunjuk satu orang untuk menjadi pelaksana. Si pelaksana, atau yang juga bisa disebut sebagai manajer tim, dapat melaksanakan berbagai tugas sekaligus. Ia mengumpulkan pemain, membentuk tim pelatih, menyediakan perlengkapan tim, mempersiapkan transportasi, mengurus pendaftaran sekaligus melakukan koordinasi dengan panitia, mencari massa pendukung, hingga mengurus pengambilan hadiah jika timnya memenangi turnamen.

Ya, hal ini memungkinkan untuk dikerjakan seorang diri saja asalkan skala kompetisi yang diikuti relatif kecil. Namun lain ceritanya jika yang diurus adalah sebuah klub sepak bola profesional. Anda membutuhkan orang-orang dengan kompetensi tertentu di mana pembagian kerja dan tugas sudah dirumuskan dengan jelas.

Klub sepak bola tidak ubahnya sebuah perusahaan. Ia memiliki sumber pendapatan, biaya, dan memiliki tujuan untuk berkembang. Mau seberapa jauh klub melangkah, seberapa hebat klub berprestasi, dan seberapa terkenal klub di mata publik adalah hal-hal yang harus dirumuskan. Harus terukur dan terarah, tidak asal jalan. Dan sebagaimana telah diuraikan, untuk mencapai tujuan ini, diperlukan orang-orang yang tepat di balik layar, yaitu sumber daya manusia yang mampu melakukan pekerjaannya masing-masing sesuai dengan kompetensi dan pengalaman yang dimiliki.

Terdapat empat fungsi dasar yang menentukan perjalanan klub, yaitu finansial, sepak bola, operasional, dan marketing. Berikut fungsi dan perannya masing-masing:

  1. Finansial

Dalam organisasi apapun, keberadaan seseorang yang paham finansial amatlah krusial. Seperti halnya tugas seorang direktur keuangan pada umumnya, tugas utama direktur keuangan klub sepak bola adalah mengatur keuangan klub, termasuk memberikan rekomendasi bagaimana cara meningkatkan pendapatan sekaligus menekan biaya. Pertumbuhan klub secara finansial akan amat tergantung pada orang-orang ini. Semakin sehat keuangan klub, tentu prestasi mereka di lapangan akan meningkat juga.

Seorang direktur keuangan wajib memiliki pengetahuan terhadap akuntansi, manajemen dan finansial secara umum dan juga tentang industri sepak bola. Menyusun anggaran tahunan dan analisa bisnis jangka panjang juga menjadi tugasnya, sekaligus memberi informasi kepada direktur sepak bola tentang seberapa besar uang transfer yang tersedia untuk dibelanjakan.

  1. Sepak bola

Direktur sepak bola, atau direktur olahraga, atau lebih populer dengan istilah director of football adalah jabatan prestisius yang amat penting bagi klub-klub sepak bola sekarang ini. Tugas utama mereka tidaklah diatur secara baku, tergantung dari keinginan dan kebutuhan dari klub itu sendiri. Sosok direktur sepak bola ini dapat bertindak seperti layaknya duta klub, direktur teknik, ataupun general manager yang menjadi penyambung antara para direktur lain dengan pihak pemilik.

Jika berperan sebagai duta klub, biasanya sosok terkenal yang dipilih mengisi posisi, misalnya Sir Bobby Charlton di Manchester United, Matthias Sammer di Bayern Muenchen, atau Zinedine Zidane yang sempat menjabatnya di Madrid tahun 2011 sebelum menjadi asisten pelatih Carlo Ancelotti sekarang.

Direktur sepak bola dapat bekerja sama dengan manajer tim. Manajer tim akan memberikan daftar pemain yang diincar, lalu direktur sepak bola menganalisanya apakah pemain ini dapat dibeli sesuai dengan anggaran, juga melihat apakah si pemain cocok dengan karakter dan nilai-nilai yang dimiliki oleh tim. Setelah mendapatkan nama yang cocok, direktur sepak bola dapat meminta pemandu bakat untuk mengamati pemain incaran, ataupun datang langsung untuk bernegosiasi dengan pemilik klub lain.

Kemampuan dalam negosiasi amat penting untuk pemilik posisi ini. Dengan anggaran yang umumnya terbatas, direktur sepak bola kerap berseberangan dengan keinginan suporter ataupun pelatih. Untuk itulah direktur sepak bola perlu memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dan dekat dengan suporter agar mereka memahami apa yang terjadi pada klub.

Jika berfungsi sebagai direktur teknik, direktur sepak bola juga memiliki tanggung jawab atas pengembangan pemain muda, karena ia memang membawahi seluruh pelatih, pemandu bakat dan juga tenaga medis.

Menjadi direktur sepak bola tidaklah mudah. Ia dituntut untuk mengakomodir banyak kepentingan, seperti kepentingan dari pelatih, pemain, hingga suporter. Tidak jarang pula pekerjaannya diintervensi oleh presiden klub yang merupakan atasannya.

  1. Operasional

Sederhananya, direktur operasional mengurus hal-hal yang berbau ‘rumah tangga’. Dalam hal klub sepak bola, urusan ini mencakup hal-hal administrasi seperti pembayaran gaji dan segala keperluan dokumentasi yang dibutuhkan. Untuk itulah diperlukan orang-orang yang mengerti dinamika organisasi dan juga ilmu hukum.

Tugasnya juga mencakup penyelesaian kontrak pemain dan juga segala perjanjian dengan pihak ketiga terkait pengadaan barang atau jasa. Divisi ini juga bertugas untuk menyelenggarakan pertandingan kandang dan mengatur perjalanan tandang yang dilakukan oleh klub, dimulai dari transportasi hingga akomodasi.

  1. Marketing and Communication

Keberadaan divisi ini jelas penting bagi klub sepak bola. Memanfaatkan potensi pasar yang amat besar dari sebuah cabang olahraga yang memiliki reputasi global adalah tugas utama mereka. Dari sisi marketing, amat penting bagi mereka untuk memperkenalkan klub lebih luas lagi hingga ke seluruh penjuru dunia. Laga pre-season atau mid-season break merupakan dua contoh hal yang menjadi agenda tetap bagi divisi pemasaran dari klub.

Tidak hanya itu, mereka juga harus merumuskan strategi pemasaran produk yang mereka jual seperti jersey, pernak-pernik, dan sebagainya. Jalinan kerjasama dengan pihak sponsor juga menjadi tanggung jawab mereka. Dengan demikian, divisi ini memang menghasilkan uang yang banyak untuk klub, sementara divisi-divisi lainnya bertugas mengelolanya.

Sementara dalam hal komunikasi, pembuatan website yang mudah diakses dan user friendly juga tak kalah penting untuk menggaet penggemar baru. Bukan hanya mengasuh website, tapi juga mengontrol penggunaan akun resmi media sosial klub. Tugas lainnya dari departemen komunikasi adalah menjembatani hubungan klub dengan pihak eksternal seperti klub lain, suporter, maupun federasi sepak bola.

Bagaimana Klub Sepak Bola Memperoleh Uang (Bagian 2)

Minggu lalu penulis telah menjelaskan perihal tiga sektor pendapatan klub sepak bola. Ketiga sektor pendapatan klub sepak bola itu terus menerus digali potensinya. Biasanya menyesuaikan dengan peningkatan prestasi klub, pertambahan jumlah fans, dan juga melihat pada kondisi keuangan suatu klub.

Untuk sektor pendapatan gate receipt dan hak siar televisi, perolehan uang lebih banyak dilakukan dengan negosiasi peningkatan nilai kontrak kerjasama. Banyak faktor eksternal berperan disini. Yang menarik kemudian, bagaimana klub berlomba-lomba untuk memaksimalkan pendapatan dari sektor komersial. Peningkatan pemasukan dari sektor komersial ini dilakukan dengan membuka lahan baru untuk space iklan sponsor. Yang kini banyak dilakukan oleh klub-klub Eropa adalah menjual hak penamaan stadion, revitalisasi stadion, dan juga melakukan tur pramusim.

Ekspansi Pasar Dan Potensi Kontrak Sponsor Baru

Stadium branding yang pada mulanya mulai populer ketika Arsenal menjalin kerjasama dengan Fly Emirates untuk penamaan stadion baru mereka, Emirates Stadium, yang diproyeksikan untuk menggantikan stadion Highbury sebagai markas Arsenal. Sadar butuh uang, Arsenal menjalin kontrak jangka panjang bernilai 90 juta pounds berdurasi 15 tahun. Kontrak ini cukup “merugikan” Arsenal karena dari nilai itu, 48 juta pounds digunakan untuk kontrak sponsor pada jersey tim, sementara untuk hak penamaan stadion “hanya” bernilai 2,8 juta pounds setiap tahunnya. Menjadi wajar jika kemudian, pendapatan komersial hanya menyumbang 22 persen (64,9 juta euro) dari total pendapatan untuk musim 2011/2012 Arsenal yang mencapai 251 juta euro.

Klub Inggris lain, Manchester City memiliki kontrak yang lebih fantastis soal penamaan stadion ini dalam kerjasamanya dengan Etihad Airways. Kesepakatan yang terjadi pada tahun 2011 bernilai 400 juta pound berdurasi 10 tahun untuk penamaan stadion yang menjadi kandang City dan sponsor pada jersey. Jika sebelumnya stadion itu bernama City of Manchester Stadium maka kini biasa dikenal dengan nama Etihad Stadium.

Kondisi ini sempat membuat pelatih Arsene Wenger berang. Ia menuntut UEFA melakukan investigasi terkait sponsorship City tersebut. Namun persoalannya, tidak pernah ada regulasi terkait besaran maksimal sponsorship yang diterima oleh klub, tidak ada pula benchmarking atau pembandingnya. Yang dapat dilakukan UEFA dalam hal ini adalah menginvestigasi hubungan antara Etihad dengan petinggi City, karena jika ternyata uang yang mengalir dari sponsorship tersebut ujung-ujungnya berasal dari petinggi City juga, maka hal ini jelas melanggar ketentuan Financial Fair Play yang melarang pemilik untuk mengeluarkan uang dari kantong pribadinya.

Tidak hanya di Inggris. Di kancah Bundesliga, Borussia Dortmund juga menjual hak nama stadion mereka. Westfalenstadion, kini bernama Signal Iduna Park sejak tahun 2005. Signal Iduna merupakan perusahaan asuransi berbasis di Jerman. Pada 2011 lalu, ketika kontraknya berakhir, kedua pihak sepakat untuk memperpanjang kerjasama lima tahun dengan nilai sebesar 32,35 juta dollar atau setara dengan 6,47 juta dollar setiap tahunnya. Kontrak tersebut kini telah diperpanjang lagi.

Kegiatan sponsor yang menarik lainnya terdapat pada sponsorship kostum latihan. Manchester United pada 2010 lalu mengejutkan dunia dengan kesepakatan kontrak 40 juta pounds untuk masa empat tahun di kostum latihan United. Untuk pertama kalinya klub sepak bola menjalin kontrak sponsor untuk jersey latihan mereka. Tetapi, kontrak ini kemudian hendak dibeli kembali oleh United dengan pertimbangan mereka dapat memperoleh kontrak yang lebih besar lagi daripada yang diberikan oleh DHL. Kebijakan Setan Merah ini nampaknya menarik untuk diikuti oleh klub lainnya.

Real Madrid adalah contoh klub selain United yang begitu pintar dalam memasarkan produk dan mengembangkan brand. Melalui Presiden Florentino Perez, Real Madrid mengungkapkan rencana mereka mengembangkan stadion Santiago Bernabeu sebagai architecture landmark dan sumber utama pemasukan klub. Saat ini, sektor gate receipt Madrid memang telah menduduki posisi teratas pendapatan klub versi Deloitte dengan pemasukan senilai 126 juta euro. Namun pendapatan ini masih kalah dari sektor media yang menyumbang 200 juta euro, kebanyakan berasal dari negosiasi individual perihal hak siar televisi.

Gelombang protes yang kencang karena ketimbangan pendapatan kue hak siar yang mereka kuasai bersama Barcelona dikhawatirkan mengubah keadaan. Kenyamanan yang mereka dapatkan selama ini terancam hilang, oleh karena itu mereka terus menggali sumber pendapatan lainnya. Proyek besar revitalisasi Bernabeu ini terinspirasi oleh konsep yang dimiliki venue olahraga terkenal New York, Madison Square Garden. Di sana, stadion tidak hanya berfungsi sebagai tempat menonton laga olahraga, tetapi juga sebagai pusat hiburan dan komersial. Percayalah pada AS jika menyangkut showbiz dan pertunjukan. Dengan demikian, pendukung bisa datang lebih awal ke stadion untuk mengunjungi pusat perbelanjaan saat pertandingan. Tidak hanya itu, mereka juga akan membuka kesempatan bagi rumah judi untuk mendirikan kantor disana, bahkan mereka juga berencana membangun sebuah hotel. Proyek ini jika tercapai diharapkan akan menyumbang pendapatan ekstra 120 juta euro lagi. Terkait stadion, klub-klub Eropa kini juga mulai menyediakan fasilitas wi-fi gratis bagi penonton. Sebuah upaya untuk menjadikan stadion sepak bola sebagai tempat rekreasi yang kian diminati.

Satu lagi yang sedang marak dilakukan juga adalah melakukan tur pramusim ke region Asia maupun Amerika Utara. Ini dimulai oleh kebijakan klub Inggris, seperti United, Chelsea, Arsenal, dan Liverpool menggelar pertandingan pra musim di negara-negara Asia, termasuk Indonesia. klub ini biasanya memperoleh match fee dan yang paling penting mendekatkan diri dengan fans sehingga mereka dapat menambah jumlah suporter yang loyal dan menggaet lebih banyak fans lagi.

Untuk match fee, per pertandingan biasanya klub Inggris dibayar sekitar 1 hingga 2 juta US Dollar, jumlah yang sangat tidak seberapa buat mereka. United ketika akan datang ke Indonesia pada tahun 2009 lalu -yang kemudian batal- dibayar 2 juta US Dollar. Tetapi, tentu saja klub tidak sekadar match fee. Menurut rilis di media, pihak Mahaka yang mengurus kedatangan Liverpool di bulan Juli 2013 ini hanya mengurus akomodasi. Liverpool diberitakan sebagai pihak yang menginginkan untuk datang tanpa meminta match fee. Tujuan kedatangannya jelas untuk mendekatkan diri dengan fans dan akan mencoba mencari tambahan suporter yang tentunya akan menguntungkan mereka dalam jangka panjang. Dari sini terlihat bahwa motif kedatangan klub adalah bisnis semata.

Sekilas Tentang Industri Sepak Bola Indonesia

Bagaimana dengan klub di Indonesia? Tentu saja industri sepak bola di sini masih jauh level kemajuannya dibandingkan dengan di Eropa Barat. Meski klub-klub memiliki label profesional, masih terdengar kabar klub yang menunggak gaji, dan bukan hanya sekali-dua kali kita mendengar kabar seperti ini.

Melihat dari basis penggemar yang luas, klub besar seperti Persija, Persib maupun Arema sebagai contoh sebenarnya mampu menghimpun banyak pendapatan dari sektor penonton.

Jika ketiga klub ini rata-rata ditonton 30 ribu orang per laga, dengan harga tiket rata-rata 25 ribu rupiah, maka dalam setiap laga kandang, logikanya klub-klub ini mampu memperoleh 600 juta rupiah per laga. Jika dalam semusim terdapat 9 laga kandang, berarti mereka dapat memperoleh sekitar 5 miliar, atau 4 miliar bersih setelah dikurangi biaya-biaya penyelengaraan pertandingan.

Dibandingkan dengan biaya klub, jumlah ini tentu masih kurang, apalagi jumlah ini masih hitung-hitungan kasar belaka karena tidak ada data resmi yang dapat diakses oleh publik. Seorang pemain asing berlabel bintang dapat menerima gaji 1,5 hingga 2 miliar rupiah per tahun, sementara pemain lokal dengan reputasi nasional dapat menerima gaji 750 ribu hingga 1,5 miliar rupiah per tahun. Dengan jumlah tersebut, tidak perlu susah payah menghitung untuk mengetahui bahwa sumber dana dari penonton saja tidaklah cukup untuk membiayai pengeluaran klub. Itupun baru biaya gaji, belum termasuk menghitung biaya lainnya yang juga besar seperti biaya akomodasi dan biaya lainnya.

Sementara dari sektor komersial, potensi ini masih belum benar-benar tergali. Sejauh ini baru Persib yang cukup banyak menjalin kerjasama sponsorship dengan dunia korporasi, dengan laporan 20 sponsor. Mengharapkan hak siar juga sama sulitnya. Melihat fenomena ini, terlihat bahwa klub masih kesulitan untuk menghimpun dan mengelola keuangannya dengan baik, mindset dan kultur disuapi dana subsidi APBD masih sulit dihilangkan. Tidak heran banyak klub yang di awal musim membeli pemain bintang dengan jor-joran namun di pertengahan musim terseok-seok melunasi sisa nilai kontrak. Apesnya bagi pemain, protes mereka seperti tidak pernah didengar, yang ada malah diberi sanksi jika mereka mogok bertanding. Parahnya lagi, pengelola liga juga abai terhadap kondisi keuangan klub. Tidak ada proses audit yang transparan, tidak ada regulasi yang mensyaratkan klub untuk melakukan feasibility study dan sejenisnya sebelum memulai kompetisi. Pokoknya asal jalan, asal ada kompetisi seakan semua baik-baik saja.

Ada beragam cara yang kini ditempuh oleh klub sepak bola untuk mencari tambahan uang dan menggaet suporter baru. Sederhananya, jika sebuah klub berprestasi, atau setidaknya memiliki tradisi dan sejarah kuat dukungan akan berdatangan. Jika suatu klub punya banyak pendukung, sponsor pun akan berduyun-duyun untuk bekerjasama. Di Eropa yang memang industri sepak bolanya sudah maju, klub memang memiliki lebih banyak keleluasaan untuk menggaet sponsor. Inipun dengan catatan tidak semua klub Eropa mampu memaksimalkan pendapatan dari ketiga unsur utama ini. Klub-klub dari Eropa Timur contohnya masih ada pula yang tidak mampu membayar gaji pemain, bahkan tetap dipungut pajak meski tidak ada penghasilan. Mereka tidak mendapatkan uang hak siar sebesar klub-klub liga utama Eropa, tidak mampu menjaring banyak penggemar dan belum mampu pula menjalin kerjasama dengan perusahaan untuk mendapat corporate sponsorship. Dengan demikian, iklim industri yang sehat jelas memegang pengaruh dalam kemampuan klub sepak bola memperoleh uang.

Bagaimana Klub Sepak Bola Memperoleh Uang? (Bagian 1)

Industri sepak bola terus mencetak peningkatan perputaran uang dalam jumlah besar. Real Madrid menjadi klub pertama yang bisa memperoleh pendapatan lebih dari 500 juta euro dalam semusim ketika musim 2011/2012 mereka mampu menghasilkan 512,6 juta euro. Angka yang sangat besar untuk sebuah klub sepak bola. Sepak bola telah menjadi olahraga paling populer di dunia yang mampu menyedot jutaan orang untuk ikut terlibat dalam industri ini. Baik sebagai pelaku maupun penikmat setia. Maka tidak heran jika jumlah uang yang beredar di sepak bola terus mengalami peningkatan.

Dengan statusnya sebagai olahraga paling digemari, sepak bola adalah salah satu tempat terbaik untuk mempromosikan produk maupun pelayanan jasa suatu perusahaan. Ada logika pasar yang bermain di sini yang membuat industri sepak bola, sebagai industri hiburan, terus berputar. Pertanyaan kemudian muncul, bagaimana proses klub sepak bola memperoleh uang? Uang yang nantinya akan dibelanjakan untuk membeli pemain baru, menggaji pelatih dan pemain yang semakin hari kian mahal, dan biaya akomodasi lainnya yang tak kalah besar.

Tiga Unsur Pendapatan Klub Sepak Bola

Sederhananya ada tiga komponen utama yang menjadi sumber pemasukan bagi klub. Pertama, gate receipt. Sederhananya adalah pendapatan pada hari pertandingan yang berasal dari penjualan tiket pertandingan. Terdiri dari dua jenis, yakni tiket yang dijual pada saat akan berlangsungnya pertandingan dan juga tiket musiman yang bisa diperoleh sejak awal musim maupun dengan sistem keanggotaan sebagai pendukung resmi klub. Untuk beberapa klub, sektor ini menjadi lahan yang memberikan pemasukan terbesar bagi suatu klub sepak bola. Untuk beberapa klub, unsur ini bahkan masih dapat ditambah pendapatan dari kafe dan restoran yang dimiliki klub, juga penyewaan stadion untuk keperluan non sepak bola seperti konser musik.

Wajar jika kemudian banyak klub sepak bola setiap tahunnya menaikkan harga tiketnya. Seiring dengan pengeluaran yang membesar, akibat dari peningkatan gaji pemain misalnya, klub butuh memperoleh dana tambahan dan peningkatan harga tiket merupakan cara yang paling memungkinkan untuk ditempuh.

Arsenal misalnya sudah meningkatkan harga tiket sebesar 308 persen jika dibandingkan dari musim 1991/1992 dengan musim 2011/2012. Stadion baru yang mereka bangun dengan biaya besar juga mendatangkan pemasukan signifikan bagi klub. Bayangkan saja 9000 kursi VIP di Emirates Stadium bisa menghasilkan uang dalam jumlah yang sama dengan total pendapatan penjualan tiket di stadion lama, Highbury. Pendapatan dari sektor tiket ini menyumbang 41 persen pendapatan musiman Arsenal, yakni 117,7 juta euro pada musim 2011/2012.

Sektor kedua yang tidak kalah besar adalah hak siar televisi. Pendapatan hak siar ini mencakup untuk siaran pertandingan di kompetisi domestik maupun internasional.

Hak siar televisi di liga Inggris bernilai 3 miliar euro mulai musim 2013/2014 untuk masa tiga tahun. Ada peningkatan 70 persen dari nilai sebelumnya. Nilai ini diprediksi akan meningkat menjadi 5 miliar euro untuk tiga tahun berikutnya mulai musim 2016/2017. Peningkatan ini akan meningkatkan distribusi uang dari hak siar bagi klub sebesar 20 hingga 30 juta euro setiap musimnya. Kontrak baru ini bisa membuat adanya delapan klub Inggris yang masuk dalam 20 besar klub dengan pendapatan terbesar di dunia versi Deloitte Football Money League.

Kontrak hak siar Bundesliga Jerman juga akan mengalami peningkatan hingga mencapai 50 persen dari nilai semula. Selama ini, klub-klub Bundesliga hanya mendapatkan total nilai hak siar yang akan dibagikan senilai kurang dari 1 miliar euro. Peningkatan nilai ini tentu akan semakin menguatkan sisi finansial klub-klub Jerman. Klub-klub Jerman memiliki sektor komersial yang bagus. Hal ini adalah kontribusi dari tingginya nilai sponsor yang dikeluarkan oleh pabrikan-pabrikan Jerman untuk klub-klub sepak bola. Dalam hal ini, kuatnya perekonomian Jerman turut menjadi andil.

Bagi klub Italia, di tengah rendahnya kedatangan pendukung untuk menyaksikan pertandingan langsung ke stadion, pendapatan dari hak siar sangat membantu keuangan klub. 49 persen dari total pendapatan AC Milan di musim 2011/2012 yang membuat mereka menjadi klub Italia paling kaya berasal dari hak siar televisi. Selama semusim Milan memperoleh uang 126,3 juta euro. Milan masih terbantu dengan pendapatan komersial mereka yang tinggi. Sementara rival Milan, Juventus memperoleh 90,6 juta euro dari hak siar yang berkontribusi 47 persen bagi pemasukan keseluruhan klub.

Sektor hak siar televisi ini menyumbang 199,2 juta euro bagi Real Madrid. Pesaingnya, Barcelona memperoleh 179,8 juta euro dari hak siar televisi.  Pendapatan dari hak siar televisi kedua klub Spanyol ini memang yang terbesar di dunia lantaran pembagian kue hak siar di Liga Spanyol yang menguntungkan keduanya. Sebagai gambaran, Valencia yang memperoleh jumlah terdekat dengan duo Madrid-Barca hanya memperoleh kisaran 40 juta euro, sementara tim papan bawah seperti Racing Santander hanya mendapatkan kurang dari 15 juta euro, alias tidak sampai sepersepuluh dari yang didapat Madrid dan Barca, jelas saja tercipta kompetisi yang sangat tidak seimbang. Jika di Liga Inggris porsinya dibagi rata dan relatif adil, di Spanyol, dua klub paling populer dari Spanyol ini menguasai hampir separuh dari total nilai kontrak hak siar La Liga Spanyol.

Pendapatan hak siar televisi ini akan bertambah jika sebuah klub mengikuti ajang antar klub Eropa, dalam hal ini Liga Champions dan Europa League. Mengikuti kedua kompetisi ini selain mendapatkan match fee, berbagai bonus dan hadiah juga siap mengguyur klub. Ditambah lagi, klub akan mendapatkan tambahan penghasilan dari TV pool, yang dibagikan dengan perhitungan dan pembagian tertentu.

Unsur ketiga adalah Pendapatan komersial. Pendapatan sektor ini terdiri dari kontrak sponsor dan penjualan merchandise, sebagai komponen utama. Untuk beberapa klub, melakukan tur pramusim, mengadakan coaching clinic, menjual naming rights stadion dan membuka sekolah sepak bola adalah tambahan yang cukup besar. Sektor komersial merupakan sektor yang diandalkan oleh klub sepak bola untuk memperoleh pemasukan, terutama klub-klub yang telah berada dalam lingkup industri sepak bola maju. Sponsor yang paling besar mendatangkan uang bagi klub adalah sponsor di jersey bagian depan.

Minggu lalu saya telah menceritakan tentang sponsorship dan brand management klub AC Milan, kini simak cerita Manchester United. United kini sudah memecahkan rekor sponsor jersey terbesar dengan disepakatinya kerjasama dengan General Motors, yang bernilai 70 juta dollar pada musim pertama kerjasama dan akan meningkat setiap tahunnya. Untuk masa 8 tahun, MU akan memperoleh 559 juta dollar. Sebelumnya, nilai sponsor terbesar adalah milik Barcelona yang bekerjasama dengan Qatar Sports Investments yang bernilai 30 juta euro. Barcelona sendiri melalui Presiden Sandro Rossell mengungkapkan bahwa pihaknya terpaksa melanggar tradisi kostum tanpa sponsor yang telah mereka jalani sejak klub ini berdiri. “Saat ini, kami berkompetisi melawan klub-klub dengan dana tak terbatas. Kami harus menempuh jalan ini,” ujarnya.

Setan Merah memang ahlinya untuk menggaet sponsor. Mereka selalu mencetak pertumbuhan nilai kontrak sponsor yang fantastis. Pada musim 1992/1993, Sharp “hanya” perlu membayar 200 ribu pound untuk menjadi sponsor utama di jersey, tapi AON di musim 2011/2012 mengeluarkan uang setidaknya 20 juta pound. Ada peningkatan 9900 persen nilai kontrak sponsor di jersey MU. Sebagai klub paling populer di dunia, wajar memang jika MU bisa memperoleh sponsor terbesar dibanding klub sepak bola lainnya.

Mengarsipkan Tulisan

Selama dua tahun, penulis telah menuliskan aspek finansial dan industri sepak bola di kanal Financial Review situs Bolatotal. Dalam entri-entri berikutnya, penulis akan mencoba mengarsipkan tulisan-tulisan ini sambil mengurutkan berbagai tema, dan tentu saja menuliskan ulang beberapa gagasan dan juga melakukan edit yang dipandang perlu. 


Arsip tulisan-tulisan ini akan dibuat dalam beberapa bagian. Bagian pertama adalah opini umum penulis terhadap sepak bola modern, termasuk bagaimana klub sepak bola memperoleh uang.

Bagian ke-2 berisi informasi terkait kondisi finansial klub. Tidak sekadar data dan angka, tapi penulis juga menyisipkan opini terhadap data-data yang dibagi.

Bagian ke-3 berisi cerita tentang klub yang memiliki model bisnis unik, yang tidak jarang berhasil mengganggu kemapanan klub-klub tradisional.

Bagian ke-4 berisi cerita transfer dan juga agen pemain.

Bagian ke-5 berisi cerita-cerita menarik tentang pemilik klub. Mengapa hal ini perlu dibahas? Karena pada era modern sekarang, kebijakan pemilik klub memiliki peran yang amat besar bagi kelangsungan klub itu sendiri.

Bagian ke-6 berisi cerita di luar lapangan. Bagaimana industri sepak bola memiliki pengaruh yang besar terhadap dunia bisnis.

Semoga bermanfaat.

David Beckham, Pesepak bola Dengan Pengaruh Terbesar

David Beckham sudah pensiun dari sepak bola, namun bukan berarti tidak ada cerita menarik menyangkut dirinya. Dari kacamata industri sepak bola, pengaruh Beckham teramat besar. Saya mencoba menulis rangkuman perjalanan karirnya, terutama terkait industri sepak bola.


Air mata David Robert Joseph Beckham tumpah di stadion Parc Des Princes, akhir Mei 2013 lalu. Saat pelatih Carlo Ancelotti menariknya pada menit ke-82 dalam sebuah laga kompetisi liga domestik melawan Brest, penonton spontan berdiri dan bertepuk tangan untuknya. Beckham tidak kuasa menahan haru.

Paris Saint Germain adalah klub terakhirnya di dunia sepak bola yang membesarkannya setelah melanglang buana di jagat sepak bola Eropa dan Amerika Serikat. Dalam karir panjangnya hingga berusia 38 tahun tersebut, Beckham telah banyak menorehkan prestasi di lapangan hijau, meski sosok ikoniknya lebih dilihat orang sebagai selebritis.

Kehidupan Beckham yang glamor memang tidak bisa disangkal, karena banyak penghasilan Beckham didapat dari luar sepak bola baik lewat kegiatan iklan maupun berbagai perusahaan yang dikelolanya. Situs Goal.com menempatkannya di urutan pertama sebagai pemain terkaya di dunia dengan total kekayaan 175 juta poundsterling.

Berikut pernak-pernik karir menarik dari sang ikon:

The Beckham Law

Jika ditelusuri lebih jauh, Becks boleh jadi adalah pemain yang memberi pengaruh terbesar di dunia. Di Spanyol, pengaruh suami Victoria Adams ini malah sangat besar bagi perekonomian Spanyol. Mengapa demikian?

Kala Real Madrid mendatangkannya dari Manchester United tahun 2003 lalu, pemerintah Spanyol mengubah sistem perpajakannya. Tahun 2005, pemerintah Spanyol lewat Royal Decree 687/2005 menerapkan fasilitas perpajakan bagi para ekspatriat berpenghasilan diatas 600 ribu Euro yang bekerja Spanyol. Peraturan tersebut berlaku surut pada 1 Januari 2004.

Dengan ketentuan yang kemudian dikenal sebagai The Beckham Law tersebut, para ekspatriat (bukan hanya pesepak bola), menikmati tarif pajak penghasilan lebih rendah 50% daripada tarif yang diberlakukan normal kepada warga negara Spanyol sendiri.

Hal ini memang dimaksudkan pemerintah Spanyol untuk menarik minat para orang asing untuk bekerja di Spanyol demi akselerasi pembangunan dan peningkatan pendapatan dari sektor pariwisata. Sepak bola sendiri tentu mendapat banyak pengaruh dari kebijakan ini. Dengan pajak yang lebih rendah, klub-klub Spanyol lebih mudah dalam menggaet pemain-pemain asing menyaingi klub-klub Liga Inggris maupun Italia.

Sejak 2010 lalu, The Beckham Law dicabut oleh pemerintah Spanyol seiring krisis ekonomi yang menimpa negeri ini. Dicabutnya aturan ini memberi dampak bagi klub-klub Spanyol, terutama Real Madrid dan Barcelona yang memang gemar membeli pemain-pemain bintang asing. Negosiasi kontrak Cristiano Ronaldo dengan Real Madrid perihal kontrak baru bahkan sempat terkendala karena dicabutnya aturan ini.

The Beckham Rule

Empat tahun berkarir di Spanyol, Beckham kemudian hijrah ke Amerika Serikat bersama untuk bermain di klub Los Angeles Galaxy. Kehadiran Beckham ke negeri Paman Sam membawa berkah bagi perkembangan sepak bola di negeri yang lebih menyukai olahraga Baseball, Bola Basket, maupun American Football tersebut.

Kehadiran Beckham bahkan menginspirasi pengelola Major League Soccer (MLS) untuk membuat aturan baru dalam liga mereka, yang kemudian dikenal sebagai The Beckham Rule.

The Beckham Rule ini memungkinkan klub-klub MLS untuk mengontrak pemain-pemain hebat yang mereka kenal sebagai The Designated Players. Aturan ini mengijinkan klub-klub untuk memiliki pemain dengan nilai kontrak yang berada di atas salary cap atau batas gaji yang telah ditetapkan, yaitu 2.81 juta US$.

Setiap tim diizinkan untuk memiliki maksimal tiga orang Designated player. Dua Designated Player bisa diperoleh dengan nilai kontrak di atas salary cap, dan satu pemain lagi maksimal hanya bisa dibeli dengan nilai 250 ribu US$. MLS memang menyusun kompetisi dengan penuh kehati-hatian jika menyangkut finansial. Salary cap, yang juga mereka terapkan di cabang-cabang olahraga lainnya, digunakan untuk melindungi klub-klub MLS dari perilaku pemborosan biaya.

The Beckham Rule, meski agak bertentangan dengan prinsip kehati-hatian yang mereka terapkan, namun sangat berguna demi menaikkan mutu kompetisi. Hadirnya Beckham kemudian disusul oleh pemain-pemain lain seperti Thierry Henry, Rafael Marquez, hingga Alessandro Nesta. Kedatangan pemain-pemain terkenal yang telah malang melintang bermain di kompetisi Eropa tersebut mampu menggairahkan persepak bolaan negara ini secara keseluruhan.

Pesepak bola, bukan selebritis

Meski Beckham sering dijadikan alat marketing demi peningkatan pedapatan, publik terkadang lupa bahwa sebagai pesepakbola, ia bukanlah pemain sembarangan. Di masa jayanya, Beckham memiliki kemampuan teknis yang istimewa.

Ia memiliki umpan silang akurat dan kemampuan bola mati yang sangat berbahaya. Banyak yang menyebut bahwa Beckham membuat tendangan bebas sama berbahayanya dengan tendangan penalti. Meski kecepatan dan giringan bola bukanlah kekuatan utamanya, namun Beckham memiliki kecerdasan taktik luar biasa, ditambah sikap profesional yang layak menjadi contoh bagi pemain-pemain muda.

Rangkaian gelar pribadi maupun bersama klub juga menjadi bukti. Bersama United, Beckham meraih 6 gelar juara Liga Inggris, 2 Piala FA dan sebuah Liga Champions, dan kita semua tentu mengingat bagaimana peran besarnya kala United meraih treble winners tahun 1999 lewat dua eksekusi tendangan pojoknya. Bersama Real Madrid, Beckham meraih sebuah gelar juara Liga Spanyol lewat penampilan memikatnya pada paruh kedua kompetisi La Liga setelah sebelumnya sempat diabaikan pelatih Fabio Capello. Sementara bersama LA Galaxy, Becks merebut 2 MLS Cup. Terakhir, bersama PSG ia meraih sebuah gelar juara liga. Jangan lupakan pula kalau Becks menyumbangkan gajinya selama bermain di klub ibukota Prancis tersebut.

Kontribusinya bagi tim nasional Inggris juga sangat besar. Meski tidak sampai memberi trofi juara, Beckham sempat menjadi kapten Inggris untuk waktu yang cukup lama dalam total 115 kesempatan membela tim The Three Lions, belum lagi mengingat tendangan bebasnya yang menentukan kala meloloskan Inggris ke Piala Dunia 2002. Sementara dalam perspektif gelar pribadi, Beckham bahkan dua kali menjadi runner-up pemain terbaik dunia tahun 1999 dan 2001. Sebagai pemain asli Inggris, keberaniannya berkarir di luar negeri juga patut diapresiasi, membuktikan bahwa ia bukanlah sosok pemain ‘jago kandang’ dan bukan tipe pemain yang mementingkan kehidupan di luar sepak bola seperti yang banyak ditudingkan banyak pihak.

Segala prestasi di bidang sepak bola, dan pengaruh besar yang ia berikan bagi negara Spanyol dan Amerika Serikat sudah selayaknya membuat kita lebih mengapresiasinya sebagai pesepakbola dengan pengaruh terbesar ketimbang sebagai selebritis semata.

Melihat fakta-fakta tersebut, tidak salah jika David Beckham adalah pesepak bola dengan pengaruh terbesar.

@footballfinanza

Tagged

Everton, Si Biru Yang Butuh Investor Baru

Menyaksikan English Premier League (EPL) yang sudah mulai ter-Eropa daratan mungkin sudah merupakan pemandangan yang biasa belakangan ini. Kini klub-klub yang masih memainkan pola lawas yang lebih direct dan physical justru dicibir dan dianggap sebagai klub yang ketinggalan jaman. Tapi siapa peduli soal itu jika kita tengah membicarakan tim yang memiliki seorang bek kiri yang tendangan bebasnya mengingatkan kita pada Roberto Carlos, gelandang raksasa yang mampu membuat ngeri bek-bek tim sekelas Manchester United, dan pelatih yang mampu bekerja dengan baik meski dengan anggaran terbatas?

Klub bernama Everton FC ini memiliki banyak alasan untuk tidak merasa minder.

Financial Highlights

Laporan tahunan baru saja dirilis untuk memaparkan posisi keuangan the Toffees Everton per 31 Mei 2012. Dalam laporan tersebut, Everton mengalami kerugian 9,1 juta poundsterling atau meningkat 3.7 juta dari tahun lalu. Jika kita bekerja di sebuah perusahaan dengan kondisi demikian, maka kemungkinan besar para bos kita akan rajin memberikan ceramah motivasi lalu menguliahi kita untuk selalu bersyukur sebelum mengumumkan bahwa jumlah bonus akhir tahun akan mengalami penurunan, atau mungkin tidak akan ada bonus untuk tahun ini.

Everton_html_m17a9027a.jpg

Sumber: Annual Report 2012

Realita ini nampaknya sudah mengakrabi Everton sejak 2006. Satu-satunya tahun penuh keuntungan finansial terakhir kali terjadi di 2005. Tebak karena apa? Betul, penjualan Wayne Rooney ke Manchester United. Jika melihat grafik diatas, tentu terlihat bahwa Everton bukanlah klub dengan laporan keuangan yang cantik.

Rangkaian kerugian ini adalah hasil kontribusi kenaikan biaya gaji, termasuk 9% prosentase kenaikan dari 58 juta musim lalu ke 63.4 juta poundsterling untuk musim ini. Kenaikan ini juga menandai melonjaknya presentasi antara biaya gaji dan pendapatan yaitu 75%, sebuah presentasi yang sebenarnya dianggap tidak sehat. Banyak ahli berpendapat bahwa 70% adalah angka yang maksimal untuk perbandingan biaya gaji dengan pendapatan.

Kenaikan biaya gaji yang tak terhindarkan ini sayangnya tidak diimbangi kenaikan pendapatan mereka. Tahun 2008 mereka memang mengalami lonjakan tajam sebesar 25 juta poundsterling, namun hal itu kebanyakan berasal dari kenaikan hak siar (thanks to Sky Sports). Terbukti sejak 2008 hingga sekarang, situasi stagnan mewarnai pendapatan The Toffees meski penjualan pemain dengan harga tinggi juga terus mereka lakukan, dari mulai Joleon Lescott hingga Jack Rodwell.

Everton_html_m385c43d4.jpg

Sumber: Annual Report 2012

Hal-hal semacam inilah yang membuat Everton kehilangan daya beli di pasar pemain. Dalam tiga musim kebelakang, Everton memang mencoba menyehatkan neraca mereka karena akumulasi kerugian mereka mencapai 20 juta poundsterling. Everton memang harus mengandalkan penjualan pemain guna menyuntikkan laba signifikan dalam laporan keuangan mereka.

Deskripsi 2012 (Dalam ribuan poundsterling) 2011 (Dalam ribuan poundsterling)
Gate Receipt 16,779 17,480
Media 52,790 52,890
Sponsorship 7,068 6,800
Lainnya 3,894 4,851
Total 80,531 82,021

Sumber: Annual Report 2012

Dari tabel diatas terlihat bahwa ketergantungan tidak sehat tercipta dalam pengumpulan pendapatan. Komponen terbesar berupa pendapatan dari media, dalam hal ini hak siar televisi ini tentu buntut dari penampilan stabil mereka di liga. Paling diingat adalah ketika di putaran kedua musim lalu mereka meraih 16 kemenangan, yang akhirnya melonjakkan peringkat di tangga ke 7 setelah hancur-hancuran di paruh pertama.

Lebih dari 60 persen pendapatan mereka berasal dari media. Jumlah ini menunjukkan penerimaan dari sektor lain tidak optimal. Everton memang perlu memperjuangkan pembangunan stadion baru berkapasitas lebih besar demi meningkatkan penerimaan mereka dari sisi penjualan tiket dan komersial.

Mengapa klub terus mengalami kerugian?

Meski tidak mencolok, namun Everton menjalankan bisnis yang cenderung merugi. Laporan keuangan dalam 3 tahun berturut-turut tadi seperti telah disebutkan memaparkan kerugian 20 juta poundsterling. Selain dari stagnansi pendapatan dan peningkatan biaya, bisnis yang kurang baik ini menurut para pakar dapat disebabkan oleh beberapa faktor.

Pertama, gagalnya pembangunan stadion baru. Seperti diketahui, Everton sempat memiliki proyek besar, yaitu membangun stadion baru. Mega-proyek ini rencananya akan mengambil tempat di Kirkby, sedikit diluar kota Liverpool. Setelah mempersiapkan proyek ini selama tiga tahun, pemerintah menolak rencana pembangunan stadion yang rencananya akan berkapasitas 55 ribu penonton ini. Urgensi pembangunan stadion baru ini memang cukup tinggi karena dengan pengembangan kapasitas dan rencana modernisasi fasilitas, pengunjung stadion akan bertambah dan mereka akan mengeruk keuntungan lebih besar dari sisi gate receipt.

Kegagalan ini sangat disayangkan karena sudah ada sponsor yang berniat membayar biaya konstruksi stadion yang semula akan menghabiskan dana 130 juta poundsterling itu. Penolakan ini adalah yang ketiga kalinya dalam 13 tahun. Dewan kota Liverpool selalu meminta pembangunan stadion dilakukan di pusat kota karena berbagai pertimbangan. Selain itu, suporter akan kesulitan dalam akses menuju Kirkby karena letaknya yang cukup jauh dari tempat tinggal mereka. Everton tidak menyanggupi syarat tersebut karena ketidakcukupan dana.

Kedua, tidak adanya investor yang mau membeli klub. Bill Kenwright menyadari bahwa ia tidak bisa mengangkat Everton ke level yang lebih tinggi dari sekarang. Keinginannya untuk mendatangkan investor baru bukanlah barang baru. Yang terakhir hangat dibicarakan adalah ketertarikan Anton Zingarevich, oligarki asal Rusia, yang justru pada akhirnya malah membeli Reading FC.

Ketidaktertarikan para investor tersebut juga memiliki banyak alasan yang pertimbangannya tentu saja menyoal kebutuhan Everton akan stadion baru tadi. Kebutuhan itu tentu menjadi perhatian besar para calon investor yang akan membeli klub ini. Selain harus membeli saham dari Kenwright dan pemilik lainnya, calon pemilik ini harus mendanai stadion, membayar utang beserta bunga, menyuntikkan dana untuk memperkuat tim, juga menyediakan biaya transfer lebih besar. Kombinasi situasi yang kurang menarik tentu saja bagi para calon pemilik.

David Moyes, the club’s most important figure

Ditengah permasalahan finansial tadi, Everton nyatanya menjadi tim dengan performa dan pencapaian stabil. Dalam lima tahun kebelakang, Everton tidak pernah terlempar dari 10 besar, termasuk dua musim berturut-turut menempati posisi 5 di tahun 2008 dan 2009. Pencapaian terbaik mereka di tangan Moyes tercipta di tahun 2005 saat mereka menduduki zona Liga Champions.

Prestasi itu tidak lain adalah andil besar dari pelatih asal Skotlandia yang telah menukangi mereka sejak 2002, David Moyes. Moyes adalah pelatih yang diakui kehebatannya mampu memoles tim yang kurang memiliki kemampuan belanja pemain menjadi tim yang disegani. Atas kontribusinya itu, Bill Kenwright presiden Everton memandang tinggi Moyes sebagai the most important figure in club.

Moyes banyak dikritik karena memainkan taktik yang cederung defensif. Pola 4-4-2 yang diubahnya menjadi 4-4-1-1 seperti sudah menjadi patron andalannya dalam melatih. Namun defensif dalam hal ini tentu bukan berarti Moyes menyukai pendekatan permainan bertahan. Dalam pendekatan permainannya, Moyes melihat kepada lawan, baru kemudian menerapkan taktik dengan mengekspos kekurangan lawan.

Sebuah artikel di Guardian pernah membandingkan Moyes dengan Harry Redknapp. Moyes adalah kebalikan dari Houdini yang sangat memberi kebebasan pada para pemain depannya. Filosofi Redknapp adalah pemain akan lebih keluar potensinya jika dibiarkan berpikir bebas di lapangan. Sementara Moyes adalah pelatih dengan pendekatan lebih disiplin, juga sangat memperhatikan formasi permainan. “Saya bisa berdebat soal 4-4-2 atau 4-4-1-1 seharian.” Ujarnya seraya memperlihatkan filosofi dalam melatih.

Para pengkritik kini tidak bisa lagi mencela gaya defensif Moyes. Di musim lalu, rataan penguasaan bola Everton memang dibawah 50%, namun kini Everton menurut whoscored menempati posisi 8 dalam hal penguasaan bola diantara klub-klub EPL dengan prosentase 52% per pertandingan. Everton kini menjadi tim yang cenderung mengontrol permainan, meski tidak dengan melakukan banyak passing.

Kehadiran pemilik baru dengan dana yang melimpah pasti akan meningkatkan kinerja Moyes untuk mendobrak tim-tim papan atas.

Tulisan ini telah dimuat di bolatotal http://bolatotal.com/financial-review-495-everton-si-biru-yang-butuh-investor-baru-.html

Tagged

Manchester City vs Financial Fair Play

Sejak dibeli oleh Abu Dhabi United Group medio 2008, Manchester City telah bertransformasi menjadi klub elit baru yang menggoyang klub-klub tradisional di kancah English Premier League (EPL). Keberadaan pemilik yang kaya memang disesali sekaligus disyukuri. Disesali karena keberadaan mereka dengan sumber dana seolah tak terbatas akan mengacaukan harga pasar pemain. Dampak buruk lainnya juga sudah banyak diulas, meski ada dampak baik berupa peningkatan performa baik di lapangan maupun di sisi keuangan.

Financial highlights

Dalam Annual Reports tahun 2011/2012 yang baru dirilis, posisi keuangan Manchester City terungkap. The Eastland mengukir kerugian senilai 97,9 juta poundsterling, setelah tahun sebelumnya mengukir kerugian nyaris 200 juta.

Jika melihat angka-angka tersebut, pikiran kita langsung pengarah pada regulasi andalan UEFA yaitu Financial Fair Play (FFP). Seperti diketahui, UEFA memberikan acceptable deviation atau kerugian yang ditoleransi senilai 45 juta euro dalam agregat tiga tahun. Nilai kerugian City tentu sangat jauh melebihi standar itu. Lalu apakah City akan otomatis dihukum?

UEFA tentu memiliki pertimbangan lagi sebelum menjatuhkan sanksi, yaitu pertimbangan potensi masa depan klub. Jika melihat hal ini, City sebenarnya memiliki harapan karena kerugiannya menurun senilai 100 juta poundsterling dibanding tahun sebelumnya. Tidak hanya itu, dari sisi penerimaan, The Eastland juga mengalami perkembangan signifikan dari sebelumnya hanya 153.2 juta poundsterling ke 231.1 juta.

  2012 (dalam ribuan poundsterling) 2011(dalam ribuan poundsterling)
Gate receipt (Tiket, tur stadion, dll)

21,871

19,676

TV Eropa

23,413

5,288

TV EPL

64,740

63,539

Komersial

121,116

64,683

Total

231,140

153,186

Dari tabel diatas, melonjaknya penerimaan ini adalah buntut dari pendapatan sponsorship mereka dengan Etihad dalam hal shirt sponsorship dan stadium naming rights yang bernilai lebih dari 90 juta dari total 121 juta yang diterima. Jumlah pendapatan komersial itu mencakup setengahnya dari total pendapatan City. Selain itu, keikutsertaan mereka di Liga Champions yang berkontribusi pada jumlah melebihi 23 juta.

Ferran Soriano, Chief Executive mereka mengungkapkan bahwa City adalah klub yang memiliki visi meraih sukses di lapangan, yang akan mendorong penerimaan komersial dan branding mereka. City juga mengembangkan pemain-pemain muda dari akademi yang modern dan canggih, meskipun selama ini kita mengenal bahwa City telah memiliki akademi pemain yang baik. Rencana peningkatan kapasitas Etihad Stadium juga diungkapkan dalam laporan ini, juga pembangunan komplek pelatihan dan juga Etihad Campus.

Soriano percaya bahwa segala bentuk pengembangan ini akan membuat UEFA berpikir lagi untuk menjatuhkan sanksi. Melalui program-program yang bersifat jangka panjang, Soriano berupaya meyakinkan UEFA bahwa Manchester City telah berada di jalur yang benar sebagai klub ideal yang diinginkan UEFA. City akan mampu hidup dengan kegiatan operasionalnya sendiri, dan meraih keuntungan pada akhirnya.

Hal ini terjustifikasi dengan kenaikan yang tercipta di sektor penonton dan juga kenaikan penerimaan televisi mulai musim depan. Serangkaian kondisi yang memihak mereka ini patut membawa mereka pada optimisme tinggi.

Kontroversi kegiatan sponsorship

Namun dibalik segala optimisme, ancaman besar masih akan mengintip klub milik Sheikh Mansour tersebut terkait sponsorship. Seperti diketahui, UEFA memberikan larangan bagi pemilik klub untuk menyuntikkan dana langsung kepada klubnya. Kegiatan sponsorship City dengan Etihad inilah yang bisa menjadi permasalahan. Para pelaku sepak bola seperti Arsene Wenger pernah menuntut UEFA untuk melakukan investigasi atas transaksi besar ini. Namun sebelum jauh melakukan penyelidikan, UEFA perlu menentukan apakah transaksi ini tergolong dalam related party transaction atau tidak, baru kemudian mereka bisa menentukan nilai wajar dari sebuah transaksi.

Sebelum membahas terlalu jauh masalah ini, apakah related party transaction? Related party transaction adalah transaksi yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa, dalam artian hubungan keluarga sedarah, juga dengan pihak mertua dan menantu termasuk anak tiri.

Mengapa hal ini begitu menjadi perhatian? Tentu saja hal ini sejalan dengan peraturan UEFA yang tidak membolehkan pemberian dana dari pemilik langsung ke klub. Klub bisa saja mengakali penyuntikan dana melalui pihak lain dan membuat skema-skema transaksi sedemikian rupa. Inilah yang harus diinvestigasi oleh UEFA. Yang jelas, perjanjian sponsorship tidak perlu mendapat persetujuan UEFA. UEFA hanya akan melakukan investigasi jika terdapat indikasi ketidakwajaran pada transaksi, dan itupun dilakukan setelah laporan keuangan dikumpulkan.

Bagaimana seharusnya investigasi itu dilakukan?

Pertama, masalah hubungan kepemilikan. UEFA harus menyelidiki hubungan kekerabatan antara direksi di Etihad dengan Sheikh Mansour di Manchester City. Hal ini akan menentukan apakah transaksi antara City dengan Etihad tergolong related party transaction atau bukan.

Kedua, perlu diselidiki apakah direksi dari Etihad memiliki pengaruh dalam pengambilan keputusan dari Manchester City. Hal ini penting karena pengaruh-pengaruh semacam itu dapat menentukan nilai transaksi. Nilai transaksi inilah yang dapat diberikan secara tidak wajar.

Lalu apakah konsekuensinya bagi City jika UEFA kemudian meyakini bahwa transaksi City dengan Etihad adalah related party transaction? Tentunya nilai sponsorship tersebut akan dilakukan benchmarking study, atau studi pembandingan. Entah apa yang akan menjadi alat ukur perbandingan UEFA ini, patut dinantikan. Setelah nilai wajar tersebut ditentukan, pendapatan City bisa saja terkoreksi oleh temuan tersebut. Dengan kata lain, pendapatan sponsorship dengan Etihad tersebut bisa saja tidak diakui oleh UEFA. Konsekuensinya, kerugian City dimata UEFA akan semakin besar, dan konsekuensinya sanksi akan menghantam mereka.

Bagaimanapun, FFP beserta perangkatnya adalah hal baru yang diterapkan di dunia sepak bola. Ketika banyak jargon “Against modern football” kencang disuarakan oleh beberapa golongan, UEFA melalui FFP bertindak sebagai regulator yang bertujuan mengendalikan perilaku boros dari klub-klub kaya.

Tulisan ini telah dimuat di bolatotal http://bolatotal.com/financial-review-482-manchester-city-vs-financial-fair-play.html

Bienvenue à Paris, Becks!

David Beckham menutup dengan manis rush dari bursa transfer Januari dengan kepindahannya ke Paris St. Germain. Gelandang berusia 37 tahun ini dikontrak selama 5 bulan dengan bayaran yang diperkirakan sebesar 1 juta poundsterling.

Kota Paris menjadi kota mode kedua yang bakal ditinggali Becks setelah beberapa tahun lalu ia menetap di kota mode lainnya, Milan. Kehadiran pemilik tendangan bebas berbahaya ini bakal kian menyemarakkan Liga Prancis, khususnya skuat PSG yang sudah sesak dengan pemain bintang.

Kehadiran Beckham selalu membawa dampak besar bukan hanya bagi tim yang ia perkuat, tapi ada kalanya Beckham mengubah tatanan sepak bola yang ada di suatu negara. Seperti kita ketahui, saat mulai bermain di Real Madrid 10 tahun lalu, kehadirannya mengubah sistem perpajakan Spanyol. Begitu pula ketika ia menginjakkan kaki di Los Angeles Galaxy, kedatangannya membuat soccer kian populer di negeri football. Beckham bisa dikatakan adalah duta MLS untuk mempopulerkan soccer.

Kini Beckham berupaya memberi dampak langsung melalui inistiatifnya sendiri. Ia menyatakan akan bermain tanpa dibayar, karena gajinya akan langsung disumbangkan badan amal setempat yang mengurusi anak-anak.

Sebelum akhirnya memilih untuk bereuni dengan Carlo Ancelotti di PSG, Beckham dikait-kaitkan dengan beberapa klub. Arsenal adalah yang paling santer diberitakan bakal memakai jasanya mengingat sang eks kapten timnas Inggris dan keluarganya ini telah pindah rumah secara permanen ke kota London.

Meski menyatakan bahwa kepindahannya ke PSG adalah atas dasar pertimbangan sepak bola, namun tidak bisa dilepaskan bahwa Beckham adalah gimmick. Sosok selebritas dan ikoniknya memang bisa mempromosikan apapun yang melekat padanya.

Apapun itu, bienvenue à Paris, Becks!

Tagged ,